2009年4月25日土曜日

Aku, Anak Perempuan atau Laki?

Ryu & Yuka-chan no mama - Jepang

Kokiers, seperti biasa cerita tentang anak-anak saja, cerita yang santai supaya Kokiers tidak tambah pusing membacanya. Selamat membaca.

Saat Yuka (anak kedua) berusia antara 2,5 tahun - 3 tahun banyak hal yang lucu yang bikin saya selalu terkenang. Yuka amat sangat mengagumi abangnya, Ryu, sehingga ke manapun abangnya pergi selalu diikutinya. Paling repot kalau abangnya pergi sekolah alias TK pasti ada saja acara bertangisan mengiringi kakaknya. Pokoknya harus ikut Ryu, duh, tobat bener yang jadi ibunya. Apa boleh buat, tiap hari Yuka selalu menangis minta sekolah. Yang pasti Yuka selalu mengantar kakaknya ke sekolah (TK) dan ingin menunggu kakaknya hingga usai sekolah, akan tetapi saya juga tidak ingin menunggu berjam-jam di luar sekolah, apalagi peraturan sekolah tidak memperbolehkan kita menunggu anak bersekolah. Akibatnya Yuka selalu menangis tersedu-sedu tiap diajak pulang.

Wah, saya malah teringat dengan kebiasaan sekolah (TK) di Indonesia, yang mana penunggu anak (baik orang tua maupun babysitter) justru disediakan ruang tunggu segala. Lain negara lain peraturan juga, itulah Jepang, anak yang sudah bersekolah (TK) tidak boleh ditunggu oleh orang tuanya (di Jepang nyaris tidak ada babysitter pribadi seperti diIndonesia).

clip_image002Lanjut lagi ceritanya, Yuka bahkan belum menyadari bahwa dirinya adalah anak perempuan. Yuka menganggap dirinya adalah sama jenis kelaminnya dengan Ryu. Akibatnya tiap kali mau BAK (Buang Air Kencing), Yuka selalu berdiri sejajar mengikuti kakaknya, Ryu. Aduuuh, Saya sampai mengelus dada melihat Yuka bertingkah laku seperti anak laki-laki. Berkali-kali saya beritahu, "Yuka, kamu adalah anak perempuan sedangkan Ryu adalah anak laki-laki. Kalau BAK jangan berdiri tapi jongkok, nak". Yuka tetap tidak mau dengar, "Pokoknya Yuka sama dengan kakak, Ryu. Aku juga mau mainan pedang-pedangan kayak kakak ". Begitulah Yuka tiap hari bermain dengan Ryu segala permainan laki-laki. Mainan boneka pun tidak menarik di mata Yuka, pokoknya semua mainan Yuka harus sama dengan kakaknya, Ryu. Tentu saja Ryu pun menganggap Yuka sebagai adik yang menyenangkan karena selalu "patuh" terhadap kakaknya.

Tentu saja sebagai ibunya, saya sadar bahwa Yuka adalah fans berat Ryu. Disuruh apapun oleh Ryu pasti segera dilaksanakan. Ryu sendiri senang, merasa dirinya sebagai "atasan alias bos" seolah mempunyai "pengiring ", akibatnya Ryu pun suka menyuruh Yuka melakukan hal-hal yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri. Misalnya, Ryu suka bilang " Yuka, ambil gelas atau panggilkan Mama”.

Eladalah, koq ya Yuka manut (menurut) saja dengan perintah dari Ryu, bahkan dengan sigap-nya langsung melaksanakan perintah kakaknya seolah-olah perintah dari "bos" Ryu harus segera dikerjakan. Dan pintarnya Ryu setelah adiknya melakukan perintahnya dengan baik, Ryu langsung memuji adiknya "bagus, bagus, kamu adikku yang pintar sekali", sambil menepuk - nepuk kepala Yuka yang tentu saja disertai rasa sayang saking nurutnya. (tentu saja mereka berkomunikasi dalam bahasa Jepang). Duh, belajar dari siapa Ryu cara-cara atau trik seperti itu?

Pertama kali saya dan suami hanya senyum-senyum lihat hubungan mereka berdua yang "unik", akan tetapi semakin hari semakin terlihat tingkah laku Ryu yang sering "kebablasan" terhadap adiknya. Ryu semakin seenaknya memperlakukan adiknya sebagai "tangan kanan ", di mana ada Ryu pasti ada pula Yuka.

Semakin lama semakin saya melihat hal ini tidaklah "sehat" buat Yuka dan tentu juga buat Ryu. Bagaimanapun Yuka perlu tahu bahwa dirinya adalah Yuka, bukan "bayangan" kakaknya alias Ryu. Akhirnya saya dan suami sepakat untuk mengatasi "problem" ini sebelum terlanjur parah, di mana Yuka semakin terlihat sebagai "pengekor" Ryu. Seolah-olah Yuka tidak mempunyai pendapat atau ide apapun. Hanya ikut kakaknya, tidak peduli salah atau betul, pokoknya ikut mendukung Ryu 100%.

Saya mulai ajak Yuka mandi bersama (dipisah sementara dengan kakaknya), biasanya selalu bersama dengan kakaknya mandi di dalam bath tub. Kebanyakan orang Jepang untuk cara mandi dengan cara berendam di dalam bath tub. Mula-mula Yuka BAK dengan berdiri, saya tidak tegur hanya cukup dilihat saja tokh mengajari balita harus perlahan-lahan. Saat mandipun saya selalu tekankan, "Wah, senang mama mandi bareng dengan Yuka, kita sama-sama perempuan ya. Coba perhatikan, badan kita sama khan! ". Kokiers, jangan "ngeres" lho mikir yang enggak-enggak, ini hanya sekedar pelajaran buat Yuka agar diapun menyadari bahwa sesungguhnya Yuka adalah anak perempuan.

Ternyata Yuka pun bener-bener mirip dengan kakaknya, Ryu. Maksudnya, rada suka berdebat dengan mamanya. Setelah saya selesai bicara demikian, justru Yuka banyak tanya "Bener Ma, kita sama, tapi kenapa dadaku kecil ? Beda dengan Mama? ". Waduhh, tobat betul dapat pertanyaan seperti ini dari Yuka. Akhirnya sambil mandi berendam, sambil bercanda, saya jelaskan kepada Yuka beda anak laki dan perempuan (tentu saja dengan bahasa anak-anak). Bahkan hingga saat inipun Yuka sering banyak bertanya tentang anatomi tubuh, sedapat mungkin saya jelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak.

Beberapa tahun yang lalupun, Ryu bertanya tentang banyak hal mengenai beda anak laki-laki dan perempuan. Waktu itu yang jadi sasaran pertanyaan adalah papanya. Pertanyaan-nya pun sama "Kenapa "punya-ku" kecil, beda dengan milik papa?". Husss, jangan ngeres lho mikirnya, wong hanya pelajaran beda laki-laki dan perempuan. Saya sendiri berkali-kali ditanya oleh Ryu, "kenapa badan Mama beda dengan Ryu ?" dan lain-lain. Saya dan suamipun berkali-kali mendongeng cerita tentang anak laki-laki dan perempuan. Begitulah pelan tapi pasti Yuka semakin paham bahwa dirinya adalah anak perempuan. Masalah identitas diri Yuka mulai beres, berganti dengan problem berikutnya.

Bagaimana mengatasi Yuka supaya tidak jadi "pengekor" Ryu 100% ? Adakalanya jadi "pengekor" boleh-lah tapi bukan setiap kali bukan? Setiap manusia pasti ingin dihargai sebagai individu yang seutuhnya, bukan hanya sebagai "pengekor alias bayangan" saja bukan?

Perlahan-lahan pun saya dan suami ajak kedua anak bermain, tentu saja permainan anak-anak yang mudah sehingga dari hal ini Yuka mulai belajar mengungkapkan pendapat sendiri, bukan lagi mengikuti terus ide kakaknya. Bukan hal mudah menghadapi 2 anak yang jelas berbeda karakter, akan tetapi pelan tapi pasti ada kemajuan yang menggembirakan. Pelan- pelan Yuka mampu menyatakan ide sendiri bahkan sejak setahun yang lalu (saat masuk TK) sudah mampu mengatakan ide dan pikiran sendiri sekaligus menyadari bahwa dirinya adalah anak perempuan. Apalagi setelah menginjak tahun kedua di kelompok TK, Yuka semakin fasih menyatakan ide dan pendapat. Perkembangan yang sangat menggembirakan buat ibunya.

Kokiers, Itulah salah satu suka duka menghadapi kedua anak ini. Saat ini yang juga pastinya sering dihadapi ibu-ibu adalah pertengkaran antara kedua anak. Tiada hari tanpa terlewatkan pertengkaran antara 2 kubu yaitu kubu " Ryu " dan kubu " Yuka". Inilah salah satu sisi "pusingnya" jadi ibu kedua anak. Saya pun hanya bertindak sebagai "wasit". Tulisan berikut mengenai trik-trik menghadapi pertengkaran diantara 2 bersaudara.

Salam hangat,

Ryu & Yuka -chan no mama - Jepang.

0 件のコメント:

コメントを投稿