2014年6月9日月曜日

Anak Berkebutuhan Khusus pun Berharga di Jepang

Kokiers, lama tak menulis dan juga tak menyapa. Keinginan menulis hanya menggantung di benak kepala saja. Ternyata menulis tetap mengasikkan bagi saya.

Dalam satu perjalanan pulang ada satu hal pengalaman yang cukup menarik untuk sharing bersama kokiers. Saat itu saya menggunakan fasilitas kereta api jarak jauh untuk kembali ke kampung halaman di Saitama. Saya seorang diri. Sebuah pemandangan susah di lupakan, terpatri di benak.

Saat mendekati peron kereta api di stasiun Ikebukuro, Tokyo. Serombongan anak-anak muda dan juga orang tua berkumpul. Sesuatu hal yang lumrah. Mulanya saya tak perhatikan dengan seksama. Semakin dekat, saya amati, ada sesuatu hal yang menarik perhatianku. Masih tersisa 30 menit lagi  sehingga pemandangan yang berada di depanku juga yang jadi obyek perhatian.

Rombongan anak muda ada 7 orang, berusia 13 tahun hingga 16 tahun, semuanya anak laki-laki. Sedangkan rombongan orang tua, berjumlah 5 orang pula. Masing-masing orang tua mendampingi  anak 1-2 anak. Dalam hitungan menit, aku mulai paham bahwa ketujuh anak laki-laki, besar kemungkinan penderita " down syndrome" atau mungkin juga " Autisme". Saya sendiri kurang paham perbedaannya.

Tiba-tiba salah seorang anak berteriak keras-keras. Meledak tangisannya. Tak mudah para pembimbing menghiburnya. Entah apa penyebabnya. Belum selesai, menyusul anak laki yang lain juga berguman seorang diri. Hmm, saya berusaha meredam rasa terkejut. Hanya terdiam menyaksikannya. Kalau orang Jawa bilang, " Ojo gumunan", jangan mudah kaget, takjub. Pastinya tak mudah merawat dan menjaga anak dengan keperluan "khusus" seperti ini.

Ternyata saya satu gerbong bersama rombongan anak-anak muda ini. Tepat di seberang saya. Jadilah saya cermati saja segala gerak gerik mereka. Para pembimbing sesekali berucap, " maaf, mengganggu ya. Harap dimaklumi". Saya hanya mengangguk dan menjawab, tak apa. Toh, saya juga bisa memaklumi sukarnya mengawasi anak-anak demikian.

Perjalanan lebih kurang satu jam ternyata diisi penuh "kemeriahan". Saya tak menuliskan, berisik, ribut atau penuh teriakan. Sejak saya memasuki gerbong kereta api, saya sudah paham bahwa perjalanan satu jam adalah penuh dengan kemeriahan anak-anak muda ini. Tepat tebakanku.

Ketujuh anak bergantian saling berguman seorang diri. Berbicara seorang diri. Terkadang mengetuk kaca jendela. Berdiri dan berteriak. Tertawa. Sesekali menangis, meraung tak hentinya. Kuhabiskan bento di atas kereta api. Suara yang begitu " meriah" tak menganggu konsentrasiku. Kubiarkan saja. Selesai menikmati bento, kunikmati pemandangan luar. Tak menarik lagi ! Mataku terpejam, istirahat sebentar.

Akhirnya kuhabiskan waktuku di dalam kereta untuk menulis artikel ini. Jadilah satu artikel khusus kokiers. Yang saya kagum sekaligus salut melihat cara memperlakukan anak-anak berkebutuhan "khusus" ini dengan cara manusiawi dan sekaligus tegas. Bukan memaki. Berulangkali pembimbing yang paling tua, beranjak dari kursi untuk menenangkan anak asuhnya. Nada suara tegas dan anak tersebut mengikuti perintahnya. Tetapi hanya sesaat, bergantian lagi dengan yang lainnya.

Tiba juga kereta api di pemberhentian terakhir. Ternyata tujuan pun sama. Akh, anak-anak muda ini semoga bahagia selalu. Walaupun berkebutuhan khusus tetapi pastinya ada harapan untuk meraih cita-cita. Sekecil apapun yang bisa di hasilkannya, itu juga patut dibanggakan.

Salam,
Hani Yamashita

Ps: Telah di muat di KoKi per tanggal 24 Mei 2014
http://kolomkita.viva.co.id/baca/artikel/33/4400/anak_berkebutuhan_khusus_pun_berharga_di_jepang


0 件のコメント:

コメントを投稿